KERAJAAN TARUMANEGARA
Bukti-bukti adanya kerajaan Tarumanegara diketahui melalui sumber-sumber yang yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa 7 buah prasasti ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten.
Prasasti Ciarunteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris syair. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.
Bukti arkeologis yang mengganggap keberadaan Kerajaan Tarumanagara di Jawa barat, adalah Prasasti Ciaruteun, yang ditemukan pada alisran sungai Ciaruten kabupaten Bogor. Tulisan yang terdapat dalam Prasasti Ciaruteun, sebanyak empat baris yang masing-masing terdiri dari delapan suku kata, yang tulisannya sebagai berikut:
"vikkrantasyavanipateh
crimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
vishnoriva padadvayam".
Terjemahan menurut Prof. Vogel adalah sebagai berikut:
“Kedua jejak telapak kaki yang seperti jejak kaki wisnu ini kepunyaan penguasa dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman raja Tarumanagara”.
Dari keterangan Prasasti Ciaruteun tersebut, telah didapat sebuah keterangan yang menjelaskan tentang keberadaan Purnawarman sebagai seorang raja Tarumanagara, yang menganut agama Hindu aliran waisnawa. Akan tetapi keberadaan prasasti Ciaruten tersebut kita masih belum bisa menemukan keberadaan keraton Kerajaan Tarumanagara dibawah kepeminpinan Raja Purnawarman.
Selain tulisan, dalam prasasti Ciaruteun terdapat juga lukisan yang berbentuk ikal dan sepasang tanda mirip gambar laba-laba atau matahari. Lukisan telapak kaki dianggap sebagai lambang langkah raja Purnawarman ke surga yang dipersamakan dengan perjalanan matahari, dari mulai terbit, kemudian mencapai titik tertinggi, terbenam, sampai akhirnya terbit kembali.
Penafsiran lain tentang keberadaan gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun dapat diartikan sebagai:
1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
2. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat
Sumber
Iskandar, Yoeseph. 2005. “Sejarah Jawa Barat”. Bandung: CV Geger Sunten
"vikkrantasyavanipateh
crimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
vishnoriva padadvayam".
Terjemahan menurut Prof. Vogel adalah sebagai berikut:
“Kedua jejak telapak kaki yang seperti jejak kaki wisnu ini kepunyaan penguasa dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman raja Tarumanagara”.
Dari keterangan Prasasti Ciaruteun tersebut, telah didapat sebuah keterangan yang menjelaskan tentang keberadaan Purnawarman sebagai seorang raja Tarumanagara, yang menganut agama Hindu aliran waisnawa. Akan tetapi keberadaan prasasti Ciaruten tersebut kita masih belum bisa menemukan keberadaan keraton Kerajaan Tarumanagara dibawah kepeminpinan Raja Purnawarman.
Selain tulisan, dalam prasasti Ciaruteun terdapat juga lukisan yang berbentuk ikal dan sepasang tanda mirip gambar laba-laba atau matahari. Lukisan telapak kaki dianggap sebagai lambang langkah raja Purnawarman ke surga yang dipersamakan dengan perjalanan matahari, dari mulai terbit, kemudian mencapai titik tertinggi, terbenam, sampai akhirnya terbit kembali.
Penafsiran lain tentang keberadaan gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun dapat diartikan sebagai:
1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
2. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat
Sumber
Iskandar, Yoeseph. 2005. “Sejarah Jawa Barat”. Bandung: CV Geger Sunten
Prasasti Pasir Jambu
Prasasti pasir Jambu ditemukan di puncak pasit (bukit) koleangkak, Desa Panyaungan, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pada jaman dahulu daerah terebut merupakan wilayah perkebunan jambu, sehingga dalam literatur sejarah dikenal sebagai pasir Jambu.
Tulisan yang terdapat dalam prasasti pasir Jambu hanya dua baris, berhurup Palawa dan berbahasa Sansekerta. Adapun tulisan Prasasti Pasir jambu adalah sebagai berikut:
criman data kertajnyo narapatir asamo yah pura
tarumayam namma cri purnnavarmma pracurarupucara bedyavikhyatavarmmo
tasyedam pada¬vim¬¬badvayam ar¬in¬aga¬rotsadane nityadksham bhak¬tanam yandri¬pa¬nam bhavati sukhakaram calya¬bhu¬tam ripunam.
Terjemahan dari isi tulisan Prasasti pasir Jambu adalah sebagai berikut:
“Lukisan dua telapak kaki ini adalah kepunyaan yang termashur setia dalam tugasnya (yaitu) Raja tanpa tanding yang dahulu memerintah Taruma bernama Sri Purnawarman yang baju prisainya tidak dapat ditembus oleh tombak musuh-musuhnya, yang selalu menghancurkan kota (benteng) musuh, yang gemar menghadiahkan makanan dan minuman lezat kepada mereka (yang setia kepadanya ) tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya”
Baju perisai (zirah) yang dikenakan oleh Purnawarman, dianggap sama dengan milik Dewa Surya. Kemudian yang selalu menghancurkan kota (benteng), dianggap sifat ini dimiliki oleh Dewa Indra.
Prasasti pasir Jumbu hanya mengungkapkan kedigjayaan Purnawarman sebagai penguasa Tarumanagara. Kemungkinan pembuat prasasti tersebut memuji, Purnawarman setelah rajanya yang digjaya itu sudah meninggal dunia.
Sumber
Iskandar, Yoeseph. 2005. “Sejarah Jawa Barat”. Bandung: CV Geger Sunten
Prasasti pasir Jambu ditemukan di puncak pasit (bukit) koleangkak, Desa Panyaungan, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pada jaman dahulu daerah terebut merupakan wilayah perkebunan jambu, sehingga dalam literatur sejarah dikenal sebagai pasir Jambu.
Tulisan yang terdapat dalam prasasti pasir Jambu hanya dua baris, berhurup Palawa dan berbahasa Sansekerta. Adapun tulisan Prasasti Pasir jambu adalah sebagai berikut:
criman data kertajnyo narapatir asamo yah pura
tarumayam namma cri purnnavarmma pracurarupucara bedyavikhyatavarmmo
tasyedam pada¬vim¬¬badvayam ar¬in¬aga¬rotsadane nityadksham bhak¬tanam yandri¬pa¬nam bhavati sukhakaram calya¬bhu¬tam ripunam.
Terjemahan dari isi tulisan Prasasti pasir Jambu adalah sebagai berikut:
“Lukisan dua telapak kaki ini adalah kepunyaan yang termashur setia dalam tugasnya (yaitu) Raja tanpa tanding yang dahulu memerintah Taruma bernama Sri Purnawarman yang baju prisainya tidak dapat ditembus oleh tombak musuh-musuhnya, yang selalu menghancurkan kota (benteng) musuh, yang gemar menghadiahkan makanan dan minuman lezat kepada mereka (yang setia kepadanya ) tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya”
Baju perisai (zirah) yang dikenakan oleh Purnawarman, dianggap sama dengan milik Dewa Surya. Kemudian yang selalu menghancurkan kota (benteng), dianggap sifat ini dimiliki oleh Dewa Indra.
Prasasti pasir Jumbu hanya mengungkapkan kedigjayaan Purnawarman sebagai penguasa Tarumanagara. Kemungkinan pembuat prasasti tersebut memuji, Purnawarman setelah rajanya yang digjaya itu sudah meninggal dunia.
Sumber
Iskandar, Yoeseph. 2005. “Sejarah Jawa Barat”. Bandung: CV Geger Sunten
Prasasti Kebun Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
Prasasti Kebon Kopi dipahatkan pada sebongkah batu dengan bentuk tidak beraturan. Pada permukaan batu yang menghadap ke timur terdapat pahatan yang membentuk 2 telapak kaki gajah. Di antara kedua pahatan tersebut terdapat 1 baris tulisan setinggi 10 cm.
Prasasti Kebon Kopi, yang ditemukan di lahan perkebunan kopi milik Jonathan Rig, tidak jauh letaknya dari keberadaan Prasasti Ciaruteun, terdapat batu bertulis dengan tanda telapak kaki gajah, berhurup palawa dan bahasa Sansakerta, yang tulisannya sebagai berikut:
Jaya vicalasya tarumendrasya hastinah
Airavatabhasya vibhatidam padadvayam
Tulisan diatas memiliki arti sebagai beriku:
“(ini) dua jejak telapak kaki Airawata yang perkasa dan cemerlang, gajah kepunyaan penguasa Taruma yang membawakan kemenangan”.
Prof Vogel mengartikannya “Airawata-like elephant” Gajah yang menyerupai Airawata, tunggangan dewa Indra dalam mitologi Hindu.
Dari Prasasti kebon kopi, hanya bisa di duga, Purnawarman memiliki seekor gajah yang bernama Airawata, yang membawa kejayaan dalam berperang.
Prasasti Muara Cianteun, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
Penemuan prasasti ini pertama kali dilaporkan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864. Karena lokasinya yang terletak di tepi Sungai Cisadane dan ± 50 m ke muara Cianten, prasasti terendam air sungai dan acap kali digunakan sebagai alas untuk mencuci pakaian. Aliran sungai yang membawa pasir atau batu-batu kecil dan akibat aktivitas manusia sangat merusak kondisi objek ini.
Prasasti ini permukaanya batunya halus karena proses penghalusan atau gerusan air sungai yang terus menerus dalam waktu yang lama. Hal ini belum diketahui dan perlu pengamatan secara seksama. Prasasti ditulis pada sebuah batu berukuran tinggi 140 cm, panjang 317 cm, dan lebar 148 cm. Prasasti memuat tulisan/gambar (piktograf) dalam aksara ikal (garis-garis ikal yang saling membelit-belit) dan sudah sangat aus hingga sekarang belum dapat diartikan.
Prasasti Muara Cianten belum dilakukan penyelamatan, pemindahan dari tengah sungai Muara Cianten ke lokasi yang lebih aman yaitu di darat. Perlu secepatnya dilakukan penyelamatan dan perawatan terhadap prasasti karena merupakan salah satu prasasti tinggalan diduga berasal dari masa Kerajaan Tarumanagara.
Lokasi: Kampung Muara, Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang.
Prasasti ini permukaanya batunya halus karena proses penghalusan atau gerusan air sungai yang terus menerus dalam waktu yang lama. Hal ini belum diketahui dan perlu pengamatan secara seksama. Prasasti ditulis pada sebuah batu berukuran tinggi 140 cm, panjang 317 cm, dan lebar 148 cm. Prasasti memuat tulisan/gambar (piktograf) dalam aksara ikal (garis-garis ikal yang saling membelit-belit) dan sudah sangat aus hingga sekarang belum dapat diartikan.
Prasasti Muara Cianten belum dilakukan penyelamatan, pemindahan dari tengah sungai Muara Cianten ke lokasi yang lebih aman yaitu di darat. Perlu secepatnya dilakukan penyelamatan dan perawatan terhadap prasasti karena merupakan salah satu prasasti tinggalan diduga berasal dari masa Kerajaan Tarumanagara.
Lokasi: Kampung Muara, Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang.
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiliang, juga tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut.
Prasasti Tugu ditemukan di kampung Batutumbuh, desa Tugu, tepatnya pada koordinat 0°06’34,05” BT (dari Jakarta) dan 6°07’45,40”LS yang sekarang menjadi wilayah kelurahan Tugu selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari lima baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan kepada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
|
pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau// pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana// prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka// pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//
Terjemahannya :
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
Demikianlah prasasti-prasasti peninggalan Tarumanegara yang berasal dari dalam negeri.
Sumber dari Luar Negeri
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Cina antara lain:
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Cina antara lain:
- Berita Fa-Hien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Budha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme.
- Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
- Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon. Untuk lebih jelasnya silahkanAnda simak Gambar peta berikut.
Menurut berita dari Cina, berupa catatan perjalanan Fa Hien awal abad ke-5 M di ketahui bahwa aspek kehidupan ekonomi penduduk yaitu pertanian, peternakan, perburuan binatang, dan perdagangan. Barang-barang yang diperdagangkan antara lain cula badak, perak dan kulit penyu.
Dan melalui prasasti Tugu diketahui raja Purnawarman sangat memperhatikan aspek pertanian dan perdagangan.
Berdasarkan tujuh prasasti, diketahui kehidupan sosial berpusat pada kegiatan pertanian di desa. Usaha untuk membuka hutan dan dijadikan areal pemukiman dilakukan dengan cara gotong royong. Sebelumnya dilakukan upacara sesuai adat istiadat setempat yang dilakukan sejak zaman prasejarah.
Berdasarkan prasasti dan berita dari Cina diperkirakan pengaruh Hindu kuat di kalangan bangsawan, contohnya raja Purnawarman sangat memegang kebudayaan Hindu India, mereka merupakan golongan terdidik yang menguasai bahasa Sansekerta dan tulisan Pallawa sedangkan di kalangan rakyat pengaruh Hindu belum kuat.
No | Raja | Masa pemerintahan |
---|---|---|
1 | Jayasingawarman | 358-382 |
2 | Dharmayawarman | 382-395 |
3 | Purnawarman | 395-434 |
4 | Wisnuwarman | 434-455 |
5 | Indrawarman | 455-515 |
6 | Candrawarman | 515-535 |
7 | Suryawarman | 535-561 |
8 | Kertawarman | 561-628 |
9 | Sudhawarman | 628-639 |
10 | Hariwangsawarman | 639-640 |
11 | Nagajayawarman | 640-666 |
12 | Linggawarman | 666-669 |
KERAJAAN TARUMANEGARA
4/
5
Oleh
Unknown